Namaku Titi Nandarwati,
umurku 17 tahun. Kini aku bersekolah di
SMK Nurul Hikmah. Sekolah bagiku adalah
sebuah perjuangan. Aku telah banyak
melewati getir manisnya hidup demi besekolah.
Bersekolah setinggi mungkin adalah impian bagiku. Aku sangat bersyukur karna aku masih bisa bersekolah, sebuah kebahagiaan
tiada tara bagiku.
Sejak aku lulus SMP aku
bermimpi untuk bersekolah di SMK Negeri yang berkualitas. SMKN 3 Jakarta adalah pilihanku. Dengan dibekali nilai ujian dan tekad aku
berangkat sendiri dari Bogor ke Jakarta untuk meraih impianku. Aku telah dijanjikan oleh bibiku bahwa beliau
akan menanggun biaya sekolahku sepenuhnya.
Bibiku bekerja sebagai asisten rumah tangga disebuah rumah saudaraku
namun berbeda agama denganku. Dan aku
menumpang dirumahnya.
Ketika aku datang ke
sekolah itu dengan tanteku yang bersedia menjadi waliku di Jakarta. Secercah harapan bagiku ketika salah satu
guru di SMKN 3 Jakarta berkata “wah anak ini mempunyai nilai yang bagus, namun
kemungkinan diterima disekolah ini sangat kecil, karena sekolah hanya menerima
12% dari luar jakarta dari jumlah seluruh siswa yang diterima disini. Nanti tanggal 15 Juli ibu berserta anak ini
bisa daftar secara online dan
disertai tes kesehatan dan tes buta warna”.
Sungguh senang sekaligus takut aku mendengarnya.
Tapi takdir berkata
lain. Sudah hampir 10 kali aku mencoba
mendaftar namun datanya selalau vailied
dikarenakan nomer yang aku pakai adalah nomer SKHUN yang seharusnya diisi
dengan nomer IJAZAH. karena waktu itu IJAZAHku belum turun dari Dinas dan akau menangis saat hari H pendaftaran
di ruang Tata Usaha SMP ku tapi karena memang keterlambatan distributor jadi
mau bagaimana lagi.
Keesokan harinya,
pagi-pagi buta aku bergegas berangkat ke Jakarta untuk meminta dispensasi. Ternyata dugaanku benar, peluangku sangat
kecil karena aku berasal dari luar Jakarta walaupun nilai ujianku 34.00. Sambil menangis aku dan tanteku berjalan ke
sekolah selanjutnya yaitu SMK Tamansiswa 1 Jakarta. SMK itu SMK swasta umum. Tanteku dulu bersekolah disana. Harapanku bersekolah di SMK Negeri karena
berkualitas dan gratis hilang musnah.
Dan akhirnya tiba masa
orientasi siswa di sekolah baruku, SMK Tamansiswa 1 Jakarta. Biaya yang cukup mahal membuatku tidak ingin
menyianyiakan kesempatan berharga untuk bersekolah. Aku tidak mengenali semua murid disana, aku
bagaikan itik yang kehilangan induknya.
Hari demi hari telah
aku lalui, satu demi satu teman ku dapat.
Tidak perlu berlama-lama aku menyesuaikan diri karena bagiku hidup itu
harus dibawa enjoy. Tanggal 23 Oktober adalah tanggal yang
bersejarah bagiku, dimana tanggal itu menjadi saksi bahwa aku mendapatkan
sahabat-sahabat baru. Raras, Egi, Tia,
Indah, dan Lulu, RETTILU itu panggilan akrab kami. Sahabat selamanya kelak menjadi julukan kami
dan kami akan tunjukan itu pada dunia.
Bukan persahabatan
namanya jika tidak ada perselisihan dan kebersamaan, namun kita telah lalui
semua itu dengan senyuman. Saling
melengkapi ketika ada kekurangan, membela satu sama lain dan menasehati jika
salah satu dari kami ada yang berbuat kesalahan. Mereka telah menjadi pelengkap
bagi kehidupanku. Disetiap hariku dipenuhi tawa saat aku bersama dengan mereka,
lupa akan masalah dan kesedihan.
Di sekolah aku bisa
tertawa lepas namun tidak dengan di rumah.
Aku bagaikan orang tak diharapkan di rumah, aku sadar aku hanya
menumpang disana. Hujatan, makian, dan
disuruh-suruh telah menjadi makananku setiap hari. Hingga pernah suatu ketika aku diusir dan aku
tak tahu apa kesalahanku. Sedikit demi
sedikit barang-barangku aku bawa ke rumah orang tuaku di Bogor. Aku setiap 2 minggu sekali pulang ke rumah
orang tuaku.
Dengan bekal 100-200
ribu seriap 2 minggu sekali aku kembali berangkat ke Jakarta untuk
bersekolah. Namun terkadang aku mendapat
uang lebih dari majikan bibiku karena aku seka membantu membereskan pekerjaan
rumah.
Aku sangat bersyukur
dengan prestasi-prestasiku di sekolah.
Aku mendapat juara 5 olimpiade PKN se-Jakarta Pusat, juara 1-2 kelas dan
dikirim menjadi perwakilan sekolah untuk seminar memenuhi undangan dari dinas
maupun perusahaan swasta krberbagai wilayah di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Pada awal pertengahan
tahun 2013, satu persatu musibah terjadi.
Cici tenyoh (majikan bibiku) meninggal karena penyakit
komplikasinya. Sejak sepeninggalnya aku
mulai menjadi beban orang tuaku lagi, karena uang jajanku yang berkurang.
Akhir Agustus, nenekku
ikut meninggalkanku untuk selama-lamanya.
Aku tak tahu lagi harus berbuat apa.
Namun karena adanya dukungan yang kuat dari sahabat-sahabat dan pacarku,
aku mampu melewati semua itu. Dan tak lama adalah saat pembagiaan raport
semester gasal. Ada kecurangan dari
raportku, ada yang memanipulasinya. Aku
yang seharusnya mendapatkan juara 1 menjadi juara 2, semua itu aku ketahui dari
cerita temanku yang saat itu menjadi saksi mata saat manipulasi itu
terjadi. Kesal itu yang dulu aku rasa,
namun tiada upaya lagi untuk berbuat.
Libur semester gasal
telah tiba, aku senang karena aku bisa pulang ke Bogor ketempat orang
tuaku. Berkumpul bersama dengan mereka
adalah kerinduan yg berat bagiku. Tapi
libur kali ini tak seperti yang biasanya dan tak seperti yang aku
harapkan. Salah seorang dari anggota
keluargaku pergi untuk selama-lamanya.
Orang yang sangat berjasa bagi pendidikanku selama ini telah
meninggalkan ku. Ya, ia adalah bibiku
tersayang. Beliau pergi karena penyakit
komplikasi. Derai air mata menghujani
semua anggota keluarga besarku. Aku
bukanlah orang pertama yang ia sekolahkan, melaikan orang yang ke-4.
“Jangan menangis, semua
itu sudah takdir. Kau pulang lagi ke rumah yah, sekolah disini bersama bapak
dan mama”, itu kata-kata bapakku yang berusaha menghiburku. Aku berkata dalam hati sambil menangis “Ya Allah
jika ini sudah menjadi kehendak-Mu aku ikhlas, aku ridha. Hamba tidak bisa berbuat apa-apa lagi, hamba
tak bisa menentang ini. Ya Allah hamba
rela putus sekolah asalkan ua hamba (panggilan ke bibiku) tak menderita karena
harus melawan penyakitnya dan orang tuaku tidak kesusahan hanya untuk
menyekolahkan aku. Ya Allah aku rela
kerja keras demi kelurgaku bahagia. Aku ingin
seperti uaku yang tak pamrih dalam menolong”.
Saat pemakaman bibiku
semua air mata tumnpah ruah mengantarkan jasad beliau keliang lahat. Semoga beliau tenang di alam sana.
Tiba saatnya aku
kembali ke sekolah, SMK Tamansiswa yang sebentar lagi tinggal kenangan. Raut muka yang tak biasa ku lihat menempel
diwajah sahabat-sahabatku. “Met, lo bener mau pindah? Lo bohong kan met! Becanda
lo gak lucu tau! Lo tinggal aja sama gue yah, mama gue siap jadi walinya. Mama gue sendiri yang bilang ama gue” ujar
Lulu dengan mata mendung. “ Met, ini
udah takdir. Emang ini yang udah jadi rencana Allah, diamana ada pertemuan
pasti ada perpisahan. Jadi gak bisa gitu lah met J” balas
aku. “Lo gak boleh pergi pokoknya!”
sahut Indah. Kami saling berpelukan, tak
ingin semuanya menjadi kenyataan. Sakit,
sedih, pilu hati ini mendengar semua kata-kata kalian, berat rasanya pergi
meninggalkan kalian.
Waktu seminggu cukup
bagiku untuk membereskan semua barang-barangku dan mengurus kepiundahanku. Saat aku dan Lulu memasuki ruang pamong
(guru) serentak beberapa guru bertanya kepadaku akan kebenaran kepindahanku. “Ti kamu disini aja, jadi anak angkat bapak.
Kamu tinggal sama bapak yah” ajak pak Sapto guru bahasa Indonesia sekaligus
wakil kepala bagian (Wa. Kepsek). Hanya
senyum yang dapat aku balas. Sengguh
berat rasanya aku meninggalkan orang-orang yang ku saying dan menyayangiku di
sekolah ini. “Tuh met, lo jangan pindah
ye, hehe:” canda Lulu, “Pea lo met, nggak lah gue tetep pindah” jawab aku
meyakinkan. Bamet adalah panggilang
akrab aku kepada Lulu dan sebaliknya.
10 Januari 2014,
tanggal dimana aku berpamitan dengan guru dan teman-teman kelasku, XI AK-1. Seusai aku berpamitan dengan guru-guru, kini
giliranku berpamitan dengan teman-temanku.
Saat itu sedang berlangsungnya KBM di kelas. Dan pamong (guru) yang
mengajar adalah pak Marwanudin, guru pendidikan agama. “Salam, pak saya mau meminta ijin untuk
berpamitan dengan teman-teman” ujar aku sambil menghampiri pak Marwan. Aku dinasehati sebelum berpamitan dengan
teman-temanku. Dan tiba saatnya aku berpamitan dengan teman-teman. “Semuanya, gue minta perhatiannya sebentar.
Gue mau pamitan, maaf kalo selama ini gue pernah nyakitin hati kalian. Gue
saying ama kalian, gue minta kalian tetep kompak yah. Kalian harus rajin
belajar, guw gak mau denger kalian berantem lagi. Ok! Makasih yah bvuat
semuanya” itu kata-kata terakhirku untuk teman-temanku, sambil air mata menetes
tiada henti. Semua teman-teman kelasku
menangis, aku semakin tidak tega meninggalkan mereka. “Met, please lo jangan
pergi, ini bangku buat lo, kita sengaja siapin buat lo” tambah Lulu dengan
menangis. Benar saja ada 1 bangku kosong
disebelah Lulu. Aku langsung menghampiri
RETTILU dan memeluknya. “lo tunggu dulu yah di luar, jangan pergi dulu. Kita
mau ngomong” bisik Egi, Raras dan Tia padaku.
Lalu aku bergegas pergi meninggalkan kelas. Beberapa saat akau menunggu di luar kelas dan
mereka pun datang menghampiriku dengan air mata menghiasi pipi mereka. Mereka berpesan jangan lupakan mereka, jangan
putus komunikasi dan berjanji akan bertemu suatu hari nanti. Dan mereka mengantarkanku sampai depan
gerbang.
Seminggu setelah itu,
aku memulai kehidupan baru dengan sekolah baru, SMK Nurul Hikmah. Tak mudah bagiku untuk menyesuaikan diri
disana. Banyak cibiran yang
menghujaniku. Entah apa yang mereka fikirkan tentangku. Aku masa bodoh tak peduli. Takadku hanya untuk mencari ilmu bukan yang lain.
Selang beberapa hari
aku diperintahakan oleh guruku untuk PKL di Pt. BUKAKA TEKNIK UTAMA selama 2
bulan. Aku menjadi murid terakhir
setelah Nindi dan Hamidah yang PKL. Aku selesai PKL tanggal 17 sedangkan
tanggal 20 aku sidang prakerin. Aku
bingung dengan laporanku. Untung saja
ada pembimbingku dan teman-teman baruku yang bersedia membantu aku untuk
menyelesaikan laporanku. Aku menjadi
murid terbaik dijurusanku saat pelaksanaan prakerin dan aku mendapatkan
beasiswa 2 bulan SPP. Sungguh hal yang tidak
terduga bagiku. Semuanya berkat rahmat
dari Allah SWT.
Kini
aku duduk di kelas XII AK. Sebentar lagi
aku menghadapi ujian. Semoga
perjuanganku dari awal bersekolah tidak sia-sia. Aku tidak ingin mengecewakan keluarga,
sahabat dan pacarku yang senantiasa member dorongan dan motivasi buatku. Aku ingin menjadi pengusaha kuliner, karena
bibiku adalah seorang yang cinta akan masakan dan aku akan berusaha mewujudkan
mimpi beliau.